Icon Krapyak
Alkisah wilayah Krapyak, yang
kini berada di selatan Kraton Yogyakarta, dahulu merupakan hutan lebat. Beragam
jenis hewan liar terdapat di sini, salah satunya rusa atau dalam bahasa Jawa
disebut menjangan. Tak heran bila wilayah ini dulu banyak digunakan sebagai
tempat berburu oleh Raja-Raja Mataram.
Raden Mas Jolang yang bergelar
Prabu Hanyokrowati, raja kedua Kerajaan Mataram Islam dan putra Panembahan
Senopati, adalah salah satu raja yang memanfaatkan Hutan Krapyak sebagai tempat
berburu. Pada tahun 1613, beliau mengalami kecelakaan dalam perburuan dan
akhirnya meninggal di sini. Beliau dimakamkan di Kotagede dan diberi gelar
Panembahan Seda Krapyak (berarti raja yang meninggal di Hutan Krapyak).
Raja lain yang gemar berburu di
Hutan Krapyak adalah Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I). Beliau-lah
yang mendirikan Panggung Krapyak lebih dari 140 tahun setelah wafatnya Prabu
Hanyokrowati di hutan ini. Panggung Krapyak merupakan petunjuk sejarah bahwa
wilayah Krapyak pernah dijadikan sebagai area berburu. Bila berminat, anda bisa
mendatanginya dengan melaju ke selatan dari Alun-Alun Kidul, melewati Plengkung
Gading dan Jalan D.I Panjaitan. Panggung Krapyak akan ditemukan setelah melaju
kurang lebih 3 kilometer, berada tepat di tengah jalan.
tentang ziarah: https://kampungrisma.blogspot.com/2018/12/ziarah-kubur.html
Bangunan Panggung Krapyak
berbentuk persegi empat seluas 17,6 m x 15 m. Dindingnya terbuat dari bata
merah yang dilapisi semen cor dan disusun ke atas setinggi 10 m. Bagian dinding
kini tampak berwarna hitam, menunjukkan usianya yang hampir menyamai usia Kota
Yogyakarta, seperempat milenium. Bangunan tampak masih kokoh, walau beberapa
bagian mengalami kerusakan akibat gempa 27 Mei 2006 lalu.
Arsitektur bangunan panggung
ini cukup unik. Setiap sisi bangunan memiliki sebuah pintu dan dua buah
jendela. Pintu dan jendela itu hanya berupa sebuah lubang, tanpa penutup.
Bagian bawah pintu dan jendela berbentuk persegi tetapi bagian atasnya
melengkung, seperti rancangan pintu dan jendela di masjid-masijd.
Bangunan panggung terbagi
menjadi dua lantai. Lantai pertama memiliki 4 ruang dan lorong pendek yang
menghubungkan pintu dari setiap sisi. Kalau matahari bersinar terang, cahayanya
akan menembus ke dalam lantai pertama bangunan lewat pintu dan jendela. Adanya
sinar matahari membuat nuansa tua yang tercipta dari kondisi bangunan serta
udara yang lebih lembab dan dingin akan langsung menyergap.
remaja seharusnya: https://kampungrisma.blogspot.com/2017/12/remaja-jaman-now.html
Jika menuju salah satu ruang di
bagian tenggara dan barat daya bangunan dan menatap ke atas, anda bisa melihat
sebuah lubang yang cukup lebar. Dari lubang itulah raja-raja yang hendak
berburu menuju ke lantai dua (berguna sebagai tempat berburu) dengan dibantu
sebuah tangga kayu yang kini sudah tidak dapat dijumpai lagi. Dengan menatap ke
atas pula, anda bisa mengetahui bahwa terdapat sebuah atap untuk menaungi
lubang yang kini telah ambruk, mungkin berguna untuk mencegah air masuk.
Sekilas, bangunan ini
menggambarkan kenyamanan yang diperoleh raja, bahkan saat berburu. Ketinggian
bangunan membuat raja berburu dengan rasa nyaman dan aman, leluasa mengintai
tanpa perlu khawatir diserang oleh hewan buas ketika berburu. Lantai dua tempat
ini pun cukup nyaman, berupa ruangan terbuka yang cukup luas dan dibatasi oleh
pagar berlubang dengan ketinggian sedang.
wanita dalam islam: https://kampungrisma.blogspot.com/2017/11/wanita-dalam-islam.html
Ketinggian bangunan ini
menyebabkan beberapa orang menduga bahwa Panggung Krapyak juga digunakan
sebagai pos pertahanan. Konon, dari tempat ini gerakan musuh dari arah selatan
bisa dipantau sehingga bisa memberikan peringatan dini kepada Kraton Yogyakarta
bila terjadi serangan. Para prajurit secara bergantian ditugaskan untuk berjaga
di tempat ini, sekaligus berlatih berburu dan olah kanuragan (kemampuan
berperang).
Panggung Krapyak termasuk
bangunan yang terletak di poros imajiner kota Yogyakarta, menghubungkan Gunung
Merapi, Tugu Jogja, Kraton Yogyakarta, Panggung Krapyak dan Laut Selatan. Poros
Panggung Krapyak hingga Kraton menggambarkan perjalanan manusia dari lahir
hingga dewasa. Wilayah sekitar panggung melambangkan kehidupan manusia saat
masih dalam kandungan, ditandai dengan adanya kampung Mijen di sebelah utara
Panggung Krapyak sebagai lambang benih manusia.
baca link
Comments
Post a Comment